Selasa, 07 Oktober 2008

EKOSISTEM MAMAR


Ekosistem mamar ditemukan di beberapa pulau di Nusa Tenggara Timur. Istilah mamar yang berarti kunyah sirih sangat populer di kalangan petani Nusa Tenggara Timur, khususnya di Pulau Timor. Istilah ini diberikan karena jenis tanaman yang dominan dalam ekosistem mamar adalah pinang dan sirih yang merupakan bahan dasar tradisi kunyah sirih (Jawa: nginang). Istilah mamar, oleh petani-petani di Timor Tengah Selatan selalu dikaitkan dengan adanya air yang mengairi tanaman pinang, kelapa, dan sirih sebagai tanaman utama yang menjadi spesifikasi ekosistem mamar.

Ekosistem mamar merupakan suatu bentuk wanatani tradisional yang umumnya ditemui di sekitar sumber-sumber air dan sepanjang aliran sungai yang selalu berair sepanjang tahun, serta relatif dekat dengan pemukiman petani. Wanatani ini dilakukan dengan menanam campuran tanaman tahunan dan tanaman pangan, tanaman pakan dan tanaman hutan. Selain itu, ada usaha tani tambahan berupa pemeliharaan ternak ataupun ikan pada lahan yang sama. Di Pulau Timor ekosistem mamar dimiliki secara komunal maupun individu, dicirikan oleh adanya sumber air, dan memiliki kondisi ekologi yang spesifik. Dalam pengelolaan ekosistem tersebut diterapkan konsep banu.

Proses pembentukan ekosistem mamar berlangsung dalam waktu yang cukup lama melalui beberapa tahapan suksesi vegetasi. Proses pembentukannya diawali dengan berkebun di lahan bukaan hutan atau semak belukar yang biasanya berada di sekitar susmber-sumber air.
Agar sumberdaya alam mamar mampu memberikan manfaat cukup besar dan berkelanjutan bagi kehidupan masyarakat adat di sekitarnya, perlu dikelola secara bijaksana berdasarkan asas manfaat dan lestari. Sampai kini hambatan untuk mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ekosistem mamar, antara lain belum tersedianya data ekologi, potensi, dan sosial. Berkenaan dengan itu, penelitian menyangkut aspek ekologi, potensi, dan sosial ekosistem mamar di Kabupaten Timor Tengah Selatan sangatlah urgen untuk dilaksanakan.

Dalam penelitian ini dikaji beberapa masalah, antara lain: kondisi ekologi, potensi, dan konsep pengelolaan ekosistem mamar. Menjawab permasalahan-permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan: mengetahui kondisi ekologi, menggali potensi ekonomi, serta mengetahui upaya, peran, dan perilaku masyarakat adat dalam mengelola ekosistem mamar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi ilmiah bagi penelitian-penelitian lanjutan yang terkait, bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan tata guna lahan dan upaya pengelolaan secara berkelanjutan sumberdaya alam lokal yang potensial.

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Timor Tengah Selatan dari bulan Agustus 2004 sampai dengan Oktober 2004. Bahan yang digunakan adalah Ekosistem Mamar Lalip di Desa Benlutu, Kecamatan Batu Putih. Adapun alat yang dipakai: kompas, peta wilayah, roll meter, altimeter, teropong, abney level, soil tester, dan counter. Data primer berupa informasi-informasi aspek sosial, ekologi, dan produksi ekosistem mamar, sedangkan data sekundernya berupa informasi tambahan yang relevan dengan pengelolaan ekosistem tersebut. Pengambilan data dilakukan di area sampel yang sengaja dipilih. Selanjutnya, data dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Lahan Ekosistem Mamar Lalip dibedakan atas 3 zona, yaitu zona inti, penyangga, dan pemanfaatan. Tanahnya terdiri atas 2 jenis, yaitu kambisol dan renzina.
Vegetasi zona inti didominasi oleh pinang, disusul pulai, dan jambu air dengan selang nilai 35,4904–57,3618%, sedangkan zona penyangga didominasi oleh pinang, kelapa, dan jambu air dengan selang nilai 30,7555–37,9683%. Tingkat kestabilan komunitas di zona inti tergolong tinggi, dengan indeks dominansi 0,2066 dan indeks keragaman 2,1683, demikian juga di zona penyangga dengan indeks dominansi 0,1265 dan indeks keragaman 2,3284. Vegetasi gulma kebun jagung didominasi oleh jenis Emilia sonchifolia selang nilai 25,93–30,39%, petak sawah I didominasi jenis Cyperus difformis, E. sonchifolia, dan Enhydra fluctuans dengan selang nilai 21,20–25,26%, sedangkan petak sawah II didominasi oleh jenis Lindernia ciliata dengan selang nilai 25,93–30,39%.

Keragaman jenis makrovertebrata dalam Ekosistem Mamar Lalip adalah 23 jenis yang termasuk dalam klas Mammalia (3 jenis), Aves (13 jenis), Reptilia (3 jenis), Amphibia (1 jenis), dan Pisces (3 jenis). Sebagian besar dari kelompok fauna tersebut merupakan jenis liar, kecuali sapi bali dan 4 jenis ikan air tawar.
Ketiga zona dalam Ekosistem Mamar Lalip memiliki tingkat produksi yang berbeda-beda. Ini disebabkan oleh perbedaan jumlah, skala usaha, dan jenis tanaman bernilai ekonomi serta usaha perikanan di masing-masing zona. Kontribusi kalori dari ekosistem tersebut bagi pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat berturut-turut dari yang terbesar berasal dari zona penyangga (24.169.078,90 kkal/ha/th), zona pemanfaatan (16.232.123,15 kkal/ha/th), dan zona inti (13.984.035,00 kkal/ha/th). Kontribusi kalori terbesar di zona inti berasal dari sirih buah dan pinang, di zona penyangga dari usaha perikanan dan sirih buah, sedangkan di zona pemanfaatan disumbang oleh padi.

Rata-rata rasio antara produksi Ekosistem Mamar Lalip dengan standar kebutuhan kalori per orang per tahun adalah 4,58. Ini mengindikasikan bahwa untuk setiap orang standar kalorinya dapat tercukupi dengan tersedianya lahan dari ekosistem mamar seluas 0,22 ha yang mampu memproduksi kalori setara dengan 2.200 kkal/hari atau 803.000 kkal/th.
Kearifan masyarakat adat dalam mengelola ekosistem mamar sebenarnya terbangun dari mitos dan kekuatan aturan adat yang diwariskan generasi terdahulu. Peran masyarakat adat dalam melestarikan ekosistem tersebut diwujudkan melalui komitmen untuk meregenerasi jenis vegetasi yang menjadi spesifikasi ekosistem mamar. Budaya konservasi flora dan fauna ternyata sudah mendarah daging dengan kehidupan masyarakat adat di sekitar ekosistem tersebut.
Berpijak dari hasil penelitian ini, dirumuskan beberapa implikasi logis sebagai berikut. Pertama, dalam pengelolaan ekosistem mamar sebagai situs untuk melestarikan nilai-nilai ekologi, religi, sosial, budaya, dan ekonomi perlu dipertimbangkan potensi dan daya dukungnya. Kedua, vegetasi di zona inti dan zona penyangga, perlu diregenerasi secara artifisial dengan mengintroduksikan jenis unggul lokal. Ketiga, produksi ekosistem mamar dapat ditingkatkan dengan: mengintroduksikan jenis unggul lokal untuk tanaman sirih dan pinang di zona inti, jagung, sayur-sayuran, kacang-kacangan, dan padi di zona pemanfaatan; dan mengintensifkan usaha perikanan. Keempat, kondisi lingkungan ekosistem mamar perlu diintroduksikan pada sumber air yang kecil dan lingkungan yang gersang. Kelima, budaya konservasi flora dan fauna dalam ekosistem mamar perlu dipertahankan. Keenam, banyak aspek yang perlu digali seperti, dekomposisi seresah, populasi dan kepadatan mikrofauna, dan suksesi vegetasi, sehingga aspek-aspek ekologi dari ekosistem tersebut menjadi lebih lengkap.